Minggu, 11 November 2012

ENDOMETRITIS


ENDOMETRITIS


A. Pengertian
Endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium yaitu lapisan sebelah dalam dinding rahim. Endometritis masa nifas adalah suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan.

B. Etiologi
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
1.      Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
2.      Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
3.      Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman inimerupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4.      Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah sakit.
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan melahirkan.
Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
1.      Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2.      Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3.      Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4.      Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5.      Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6.      Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7.      Kelahiran secara bedah.
8.      Retensi fragmen plasenta/membran amnion.
9.      Mikroorganisme  yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter foetus , Brucella  sp., Vibrio  sp. danTrichomonas foetus . Endometritis juga dapat diakibatkan oleh bakteri  oportunistik spesifik seperti Corynebacterium   pyogenes,  Eschericia coli  dan Fusobacterium necrophorum .
10.  Endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi , kelahiran kembar , serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan.

C. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1.      Nyeri abdomen bagian bawah.
2.      Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3.      Kadang terjadi pendarahan.
4.      Dapat terjadi penyebaran :
a.       Miometritis
b.      Parametritis
c.       Salpingitis
d.      Ooforitis
e.       Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses.
(Manuaba, I. B. G., 1998)
Menurut Varney, H (2001), tanda dan gejala endometritis meliputi:
1.      Takikardi 100-140 bpm.
2.      Suhu 30 – 400 celcius.
3.      Menggigil.
4.      Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
5.      Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
6.      Sub involusi.
7.      Distensi abdomen.
8.      Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah seropurulen.
9.      Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
10.  Jumlah sel darah putih meningkat.

D. PATOFISIOLOGI
Kuman-kuman masuk endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan waktu singkat mengikut sertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis serta cairan. Pada batas antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas lekosit-lekosit. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

E. KLASIFIKASI
Menurut Wiknjosastro (2002),
1.      Endometritis akuta (Terutama terjadi pada masa post partum / post abortus)
Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortus terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akuta yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Tanda gejala
a.       Demam
b.      Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang purulent.
c.       Lochea lama berdarah, terjadi metrorrhagi.
d.      Kalau radang tidak menjalar ke miometrium atau parametrium tidak nyeri.
2.      Endometritis kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering terjadi. Oleh karena itu infeksi yang tidak dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan lapisan fungsional dari endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium. Gejala-gejala klinis endometritis kronika adalah leukorea dan menorargia. Pengobatan tergantung dari penyebabnya. 
Endometritis kronis ditemukan pada:
a.       Pada tuberkulosis.
b.      Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
c.       Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
d.      Pada polip uterus dengan infeksi.
e.       Pada tumor ganas uterus.
f.       Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang meradang menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejala :
a.       Flour albus yang keluar dari ostium.
b.      Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.

F. KOMPLIKASI
1.      Wound infection
2.      Peritonitis
3.      Adnexal infection.
4.      Parametrial phlegmon
5.      Abses pelvis
6.      Septic pelvic thrombophlebitis.

G. PENATALAKSANAAN
1.      Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi. Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi antibiotik.
2.      Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang memadai.
3.      Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau post partum.
4.      Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak manfaatnya.
5.      Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal ginjal)





Rabu, 07 November 2012

GANGGUAN MASA NIFAS


 INFEKSI PUERPURALIS
       a.       Definisi.
Infeksi puerperalis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005 : 689 )
 Infeksi puerperalis adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413)
 Infeksi puerperalis adalah infeksi peradangan pada semua alat genetalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 380 C tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama 2 (dua) hari
  
   bEtiologi.                                       
         Bermacam-macam
1)      Eksasogen       : kuman datang dari luar.
2)      Autogen          : kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh.
3)      Endogen          : dari jalan lahir sendiri.
Selain itu infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh:
1)      Streptococcus haemolytieus aerobicus merupakan sebab infeksi yang paling berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2)      Staphylococcus aerus menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi infeksi umum. Banyak ditemukan di RS dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
3)      E. coli berasal dari kandung kemih atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium.
4)      Clostridium Welchii, bersifat anaerob. Jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.
Cara terjadinya infeksi:
1)      Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain adalah sarung tangan atau alat- alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman.
2)      Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau yang membantunya.
3)      Hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar bersalin ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan dilarang memasuki kamar bersalin.
4)      Dalam RS banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana antara lain ke handuk, kain-kain, alat-alat yang suci hama dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau nifas.
5)      Coitus pada akhir kehamilan bukan merupakan sebab yang paling penting kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
6)      Infeksi intra partum. Biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan periksa dalam.
   
     c. Faktor Predisposisi.
1)      Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre ekslampsi, infeksi lain seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
2)      Partus lama terutama dengan ketuban pecah lama.
3)      Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
4)      Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
     
     d. Patologi.
          Setelah kala III, daerah bekas insertio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus dan merupakan area yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman dan masuknya jenis-jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinanan, begitu juga vulva, vagina, perineum merupakan tempat masuknya kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya.
         Infeksi nifas dapat terbagi dalam 2 golongan :
1)   Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, seviks dan endometrium.
2)   Penyebaran dari tempat-tempat melalui vena, jalan limfe dan melalui permukaan endometrium.
Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks dan Endometrium
1)      Vulvitis.
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan megeluarkan pus.
2)      Vaginitis.
Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
3)      Sevicitis.
Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
4)      Endometritis.
Paling sering terjadi. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran:
        Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia)
Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.
       Penyebaran melalui jalan limfe : Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika)
       Penyebaran melalui permukaan endometrium : Salfingitis dan Ooforitis.
   
   e. Gambaran Klinik.
1)      Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina dan Serviks.
2)      Rasa nyeri dan panas pada infeksi setempat.
3)      Nyeri bila kencing.
4)      Suhu meningkat 38o C kadang mencapai 39o C – 40o C disertai menggigil.
5)      Nadi kurang dan 100/menit.
      Endometritis
1)      Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir.
2)      Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun.
3)      Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau.
4)      Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban yang disebut Lokiometra.
5)      Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.
      Septikemia dan Piemia
1)      Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau toxinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum.
2)      Piemia dimulai dengan tromboplebitis vena-vena daerah perlukaan lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil dibawa keperadaran darah umum dan terjadilah infeksi dan abses pada organ-organ tubuh yang dihinggapinya.
3)      Keduanya merupakan infeksi berat.
4)      Gejala septikemia lebih akut dan dari awal ibu kelihatan sudah sakit dan lemah.
5)      Keadaan umum jelek
6)      Suhu meningkat antara 39°C – 40°C, menggigil, nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih. TD turun, keadaan umum memburuk. Sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.
7)      Piemia dimulai dengan rasa sakit pada daerah tromboplebitis, setelah ada penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas.
8)      Lab: leukositosis.
9)      Lochea: berbau, bernanah, involusi jelek.
      Peritonitis
1)      Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian bawah, KU baik.
2)      Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, terdapat abses pada cavum Douglas
      Sellulitis Pelvika
      Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat, perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat teraba selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses.
      Salfingitis dan Ooforitis
      Gejala hampir sama dengan pelvio peritonitis.
  
    f. Pencegahan Infeksi Nifas
1)      Selama kehamilan
Ø  Perbaikan gizi untuk mencegah anemia.
Ø  Coitus pada hamil tua hendaknya berati-hati karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2)      Selama persalinan.
Ø  Menolong persalinan dengan tehnik aseptik
Ø  Menghindari periksa dalam yang tidak diperlukan
Ø  Menggunakan alat-alat pertolongan persalinan yang steril
3)      Selama nifas
Ø Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
Ø Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
Ø Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang sehat.

 g. Pengobatan Infeksi Nifas
Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. Berikan dosis yang cukup dan adekuat.
Sambil menunggu hasil laboratorium berikan antibiotika spektrum luas. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.







  GANGGUAN PADA MAMMAE
     a. Mastitis
1)      Definisi 
         Mastitis merupakan infeksi jaringan payudara yang menyebabkan rasa sakit, bengkak dan kemerahan dari payudara. Mastitis paling sering menyerang wanita yang menyusui, walaupun jarang terjadi. Namun tak menutup kemungkinan wanita yang tak menyusui terjangkit. Sering kali, mastitis terjadi dalam enam minggu pertama setelah melahirkan. Kondisi ini dapat membuat ibu merasa lelah, sehingga sulit untuk merawat bayinya.
2)      Penyebab 
         Mastitis terjadi ketika bakteri (biasanya Staphilococcus Aureus) memasuki payudara  melalui retakan pada kulit puting susu. Bakteri dari permukaan kulit dan dari mulut bayi memasuki saluran susu dan dapat mengakibatkan rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan pada payudara. 
3)      Gejala  
a)      Payudara hangat bila disentuh
b)      Perasaan sakit
c)      Pembengkakan payudara
d)     Nyeri atau rasa panas terus menerus atau saat menyusui
e)      Kulit kemerahan
f)       Demam
4)      Penatalaksanaan 
a)    Antibiotik.
b)   Cukup istirahat dan minum
c)    Kompres hangat
d)   Sering memerlukan obat analgetik / antipiretik
5)      Pencegahan
a)      Usahakan payudara tetap kering sehabis menyusui
b)      Menjaga  kebersihan diri.
c)      Membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui
d)     Bila ada luka  atau retak pada puting susu sebaiknya bayi jangan menyusu pada mammae yang bersangkutan sampai luka sembuh, air susu bisa dikeluarkan dengan pijatan.
    
     b. Kelainan pada puting susu
1)      Puting susu datar atau terbenam
           Puting susu yang normal akan menonjol, bila tidak berarti puting susu datar. Tidak selalu ibu dengan puting susu datar mengalami kesulitan besar waktu menyusui. Dengan pengalaman, banyak ibu yang tetap bisa memberikan ASI kepada bayinya.
Penatalaksanaan :
a)      Usahakan puting menonjol keluar dengan cara menarik dengan tangan (gerakan Hoffmann) atau pompa puting susu.
b)      Kalau tetap tidak bisa,usahakan agar tetap disusui dengan sedikit penekanan pada bagian areola dengan jari sehingga membentuk “dot” ketika memasukkan puting susu ke dalam mulut bayi. Bila terlalu penuh ASI dapat diperas dahulu dan diberikan dengan sendok. Dengan cara demikian diharapkan puting susu akan sedikit demi sedikit keluar / lentur.
         Bila puting susu terbenam, puting akan tampak masuk dalam areola sebagian atau seluruhnya. Keadaan ini dapat disebabkan karena ada sesuatu yang menarik puting susu ke dalam, misalnya tumor atau penyempitan saluran susu. Kelainan ini seharusnya diketaui sejak dini, paling tidak saat kehamilan, sehingga dapat diusahakan perbaikannya. Bila puting susu terbenam dilakukan :
a)      Lakukan gerakan Hoffmann, yaitu dengan meletakkan kedua jari telunjuk atau ibu jari di daerah areola, kemudian dilakukan pengurutan menuju ke arah yang berlawanan.
b)      Dapat menggunakan pompa puting susu atau spuit 10 ml yang sudah dimodifikasi.

2)      Puting susu tidak lentur
        Puting susu yang tidak lentur menyulitkan bayi untuk menyusu.Namun demikian puting susu yang tidak lentur pada awal kehamilan seringkali sudah menjadi lentur (normal) pada saat atau beberapa saat menjelang kelahiran, sehingga tidak memerlukan tindakan khusus. Namun sebaiknya tetap dilakukan latihan seperti cara mengatasi puting susu terbenam.
3)      Puting susu lecet
Pada puting susu lecet bisa dikerjakan :
a)      Kalau rasa nyeri dan luka tidak terlalu berat, ibu bisa terus menyusui bayinya
b)      Tidak menggunakan BH yang ketat
c)      Apabila rasa nyeri hebat atau luka makin berat, puting susu diistirahatkan sampai memungkinkan kembali bayi menyusu pada puting yang sakit.
d)     Selama puting yang bersangkutan diistirahatkan, ASI dikeluarkan oleh ibu dengan tangan , sebaiknya tidak menggunakan pompa karena menambah rasa nyeri dan membuat luka makin parah.
Untuk menghindari puting susu lecet :
a)      Jangan membersihkan puting susu dengan sabun, alkohol,krim, dan obat-obat yang dapat merangsang kulit/ puting susu. Lepaskan hisapan bayi dengan cara yang benar, yaitu dengan menekan dagu bayi atau memasukkan jari kelingking ibu yang bersih ke dalam mulut bayi.
      c. Galaktokel
         Terdapat jarang sekali akibat sumbatan saluran oleh air susu yang membeku. Air susu  terkumpul pada suatu bagian mammae dan menyebabkan tumor kistik. Seringkali dengan tekanan ketat pada mammae tumor dapat dihilangkan.
       d. Kelainan skresi ASI
         Terdapat banyak perbedaan dalam jumlah air susu ibu yang dikeluarkan dalam masa laktasi, dan lamanya masa laktasi. Hal itu tergantung dari pertumbuhan kelenjar-kelenjar susu.
         Jarang sekali air susu tidak atau hampir tidak keluar sama sekali ( agalaktia). Kadang-kadang pengeluaran air susu berlimpah-limpah (poligalaktia). Apabila air susu keluar terus menerus dalam jumlah yang cukup banyak, walaupun bayi sudah disapih, hal ini dinamakan galaktorea. Pada syndroma Chiari-Fromme ditemukan galaktorea bersama-sama dengan amenorea dan atrofi uterus. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh gangguan system hypotalamus-hypofise.
      e.  Penghentian Laktasi
Kadang-kadang timbul keperluan untuk mengusahakan agar laktasi tidak diberikan atau dihentikan, misalnya apabila bayi lahir mati, apabila bayi yang sudah menyusu meninggal, atau apabila ibu oleh salah satu sebab tidak dapat atau tidak mau menyusui bayinya.
Penghentian laktasi dengan mengikat dada tanpa obat, hormon dapat menyebabkan nyeri dalam ± 50 %.  Dengan keluhan keluhan keras pada kira-kira 15%.
Pemberian estrogen umumnya dapat mengurangi keluhan itu. Suntikan intramuskuler Oestradiol Valereat 10 mg atau pemberian per os Dietil Stilbestrol sebanyak 90 mg dibagi dalam 1 minggu umumnya mencukupi. Dalam kira-kira 40 % laktasi bisa timbul lagi, sehingga obat perlu diulang. Pemberian Estrogen dapat menyebabkan perdarahan terus setelah obat dihentikan  (withdrawl bleeding). Pernah dikemukakan pula bahwa pemberian estrogen untuk menghentikan laktasi memberi predisposisi terhadap terjadinya tromboembolisme.